Senin, 27 Desember 2010

STATUS BANTUAN RUMAH PANGERAN ALBERT II dan AUSTRALIAN RED CROSS DI SIROMBU

Oleh Yosafati Gulö

Pada edisi ke-3, Desember 2010, Mingguan Jarak Pantau memuat berita berjuudul “700 Rumah Bantuan Tsunami di Nias Barat Tidak Jelas Kepemilikan”. Dinyatakan bahwa status kepemilikan rumah yang dibangun bagi para korban tsunami di Desa Sirombu, Kecamatan Sirombu, Kabupaten Nias Barat hingga saat ini belum jelas. Rumah dan pertapakan masih dibawah pengendalian “bos” Posko Delasiga Fonaziduhu Marundruri. Bahkan beredar MoU yang menyatakan bahwa status kepemilikan rumah adalah hak pinjam pakai.

Setelah membaca berita tersebut, hati kecil saya bertanya apa benar demikian? Bukankah Pangeran Albert II dari Monaco dan Palang Merah Australia sudah menyerahkan rumah bantuan mereka tersebut kepada korban Tsunami tahun 2006 lalu? Lalu mengapa hal itu dikatakan belum jelas status kepemilikannya?

Untuk mencegah munculnya anggapan-anggapan yang tak objektif, saya lantas membuka-buka dokumen. Termasuk berita banyak media tentang perumahan di Sirombu pasca Tsunami 26 Desember 2004 dan Gempa 28 Maret 2005 sebagaimana tertuang pada tulisan berikut.

Laporan UID dan ARC

Menurut Laporan UID (United In Diversity atau Yayasan Untuk Indonesia Damai) dan Palang Merah Australia (Australian Red Cross, ARC) pada RAN Data Base BRR, perumahan di Sirombu pasca Tsunami dan Gempa dibangun oleh Yayasan Zero Two One dari Asutralia. Yayasan ini berfungsi sebagai kontraktor. Biaya pembangunan sepenuhnya didanai oleh MAS (Monaco Asia Society) dari sumbangan Pangeran Albert II dari Monaco --yang juga Ketua Kehormatan MAS-- dan ARC. Laporan ini sudah dirilis beberapa harian Nasional, antara lain, Kompas, 4 Desember dan Sinar Harapan, 6 Desember 2006.

Total dana yang dikucurkan masig-masing sebesar USD 1,851,852 oleh MAS dan USD 1,500,000 oleh ARC. Dana ini setara dengan Rp 17.553.703.686 dan Rp 14,218,500,000 pada saat itu.

Dana dari MAS dialokasikan untuk membangun 239 rumah, 1bangunan SD, beasiswa untuk 282 siswa dari tingkat SD sampai SMA di Sirombu pada T.A. 2005-2006, kapal nelayan 60 buah lengkap dengan peralatan penangkapan ikan, dan 1 kapal motor berbobot 10 ton. Sementara dana dari ARC dialokasikan untuk membangun 254 rumah selain 9 jembatan dan 3 sistem air bersih.

Dalam kunjungannya ke Nias 3 Desember 2006 saat meresmikan bantuan kemanusiaan tersebut, Pangeran Albert II dari Monaco menegaskan bahwa bantuan tersebut diberikan secara cuma-cuma kepada korban Tsunami. Hal serupa ditegaskan oleh Robert Tickner, Ketua Eksekutif Palang Merah Australia, ketika menyerahkan kunci rumah kepada Yosua, istrinya Rosinta dan tiga anak-anaknya untuk rumah baru mereka sebagai simbol penyerahan awal dari keseluruhan rumah yang dibangun ARC pada Juli 2005 (http://www.ifrc.org).

Dari laporan tersebut, jelas bahwa status kepemilikan rumah bantuan korban Tsunami dan gempa bukan hak pinjam pakai. Tetapi hak milik. Bahwa saat itu tidak ada surat penyerahan dari pemberi kepada para korban, tidak dengan sendirinya mengubah status bantuan menjadi pinjam pakai.

Andaikata pinjam pakai pun, siapa yang menempati posisi pemilik setelah masa pinjam pakai selesai? Pangeran Albert II dari Monaco? MAS? ARC? YCAB? Ataukah Föna Marundrury? Rasanya Pangeran Albert II dari Monaco dan ARC yang juga memberikan bantuan serupa di berbagai negara sebagai bagian dari kegiatan sosial mereka tidak akan melakukan hal itu. Sebab mereka memberi, menolong korban Tsunami dan gempa, melulu dimotivasi oleh rasa kemanusiaan. Bukan motivasi lain.

Persoalan setifikat kepemilikan, memang seharusnya diurus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tapi biaya pengurusan ini (kalau ada) tidak semestinya dibebankan kepada para korban. Seharusnya merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Anggaplah hal itu merupakan kontribusi Pemda bagi korban. Karena itu, perlu diberikan cuma-cuma juga.

Faktor UID-Cherie Nursalim

Tergeraknya Pangeran Albert II membantu, bukanlah tanpa alasan. Selain biasa beliau lakukan di berbagai negara, faktor UID merupakan faktor inti. Disebut demikian, karena lembaga inilah pemrakarsa inisiatif pemberian bantuan bagi para korban atas dorongan anggota Dewan Pembina IUD, Cherie Nursalim (CN). CN sendiri tergerak bukan karena dimotivasi pamrih atau karena adanya hubungan lahiriah dengan para korban di Sirombu. Ia malah tidak mengenal para korban secara pribadi. CN nampaknya didorong oleh panggilan empati manusiawinya sebagai seorang ilmuwan dan aktivis sosial.

Panggilan tersebut tampak menggebu setelah tahu bahwa sekitar dua bulan setelah Tsunami, perhatian dunia dan Pemerintah Indonesia terhadap korban di Sirombu sangatlah minim. Sebagai aktivis sosial, termasuk memprakasai pemberantasan penyakit AIDS HIV di Indonesia, hati penerima beberapa pengharagaan atas karya ilmiah dan kegiatan sosial ini gelisah. Minimnya informasi dari liputan media tentang kondisi Sirombu tidak membuatnya surut. Keterbatasan data, informasi, diatasinya dengan jejaring sosial.

Kabar tentang keparahan kondisi para korban diperloleh CN dari sahabatnya Veronica Colondam, CEO Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) yang sudah lebih dulu berada di Nias. Dari informasi ini, CN kemudian menggerakkan UID untuk melakukan survey lapangan pada bulan Februari 2005 bersama YCAB dan Posko Delasiga pimpinan Föna Marundrury yang juga putra daerah asal Sirombu.

Hasil survey itulah yang dipakai CN untuk meyakinkan pihak Mas. Keputusan Mas sebagai lembaga yang dipercaya Pangeran Albert II mengelola dana makin solid karena adanya hubungan baik CN dengan Mr Francesco Bongiovanni, Presiden MAS.

Kini, rumah sudah selesai dan ditempati para korban hampir 5 tahun. Beberapa sarana umum, pemberdayaan ekonomi dan sosial sudah diberikan kepada yang dinilai berhak saat itu. Apakah pantas bila bantuan itu diambil kembali oleh pihak lain untuk maksud di luar niat baik inisiator (Cherie Nursalim) dan Pangeran Albert II dan ARC sebagai pemberi? ***